Gimana Hukum Mencium Tangan Guru yang Lawan Jenis? Ini Penjelasannya!


Assalamualaikum? Menyentuh wanita bukan muhrim itu jelas haram!! Tapi bagamana dengan seorang murid mencium tangan gurunya yang lawan jenis, sedangkan si murid itu sudah balig??? Mohon jawabannya ustadz! Waalaikum salam warohmatullohi wabarokatuh. 
[Rijal, Bogor]

[Jawaban Ustadz Qutaibah, Pengampu Rubrik Konsultasi Mata-Media.Com]

Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarokaatuh… Alhamdulillahi robbil ‘aalamin, was-sholatu wassalam ‘ala Rasulillah wa ba’du…

Sebelumnya kami sampaikan permintaan maaf kami yang sebesar-besarnya kepada para pembaca sekalian atas keterlambatan kami untuk menanggapi berbagai pertanyaan yang masuk ke redaksi Mata-Media.Com (MMC) sampai saat ini.

Hal ini dikarenakan padatnya kesibukan sehingga tertunda dari menanggapi dan menjawab berbagai macam konsultasi syari’ah yang masuk kepada redaksi.

Sebelumnya perlu diluruskan terlebih dahulu tentang istilah mahrom, karena ternyata masih banyak orang yang salah dalam menyebut istilah tersebut dengan istilah muhrim. Padahal yang dimaksud sebenarnya adalah mahrom.

Karena dalam bahasa arab, kata muhrim (muhrimun) itu bermakna orang yang berihram dalam ibadah haji sebelum bertahallul. Sedangkan kata mahrom (mahromun) artinya orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) kita nikahi selamanya atau sementara karena mempunyai hubungan sanak atau kerabat.

Namun kita boleh bepergian (safar) dengannya, yakni mahrom kita, atau boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya, dan seterusnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُسَافِرْ امْرَأَةٌ إلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَم

“Tidak boleh seorang wanita bepergian kecuali bersamanya mahrom”. (HR. Muslim)

Jadi istilah syar’i yang tepat untuk wanita yang tidak ada ikatan sanak kerabat dengan seorang laki-laki adalah wanita non (bukan) mahrom.

Tidak diragukan lagi sebagaimana yang sudah dipahami penanya bahwa seorang laki-laki atau wanita baligh haram hukumnya bersentuhan ataupun berjabat tangan dengan wanita atau laki-laki yang bukan mahromnya.

Bahkan Rasulullah menyebutkan dalam sabdanya sebuah ancaman yang keras terhadap seseorang yang sekedar menyentuh wanita yang bukan mahromnya,

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ.

“Kepala salah seorang kalian ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahromnya)”. (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 20/210 dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, lihat Ash-Shahihah no. 226)

Dan sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik contoh bagi setiap Muslim, di mana sepanjang umurnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah bersentuhan dengan wanita manapun yang bukan mahromnya, sekalipun untuk urusan yang besar semacam membai’at para Muslimah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak menyentuh tangan para wanita yang bukan mahromnya tersebut, sebagaimana riwayat dari ‘Urwah bin Az-Zubair berkata, bahwa ‘Aisyah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata,

“Jika wanita Mukminah berhijrah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka diuji dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina ….” (QS. Al-Mumtahanah 60 : 12).

‘Aisyah pun berkata, “Siapa saja wanita Mukminah yang mengikrarkan hal ini, maka ia berarti telah diuji”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri berkata ketika para wanita Mukminah mengikrarkan yang demikian, “Kalian bisa pergi karena aku sudah membaiat kalian”. Namun -demi Allah- beliau sama sekali tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita pun. Beliau hanya membaiat para wanita dengan ucapan beliau.

‘Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang Allah perintahkan. Tangan beliau tidaklah pernah menyentuh tangan mereka. Ketika baiat, beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah membaiat kalian”. (HR. Muslim no. 1866)

Jangankan bersentuhan dengan wanita yang bukan mahrom, bahkan sekedar untuk melihat wanita yang bukan mahrom-pun adalah sesuatu yang diharamkan dalam syari’at, kecuali hal itu sangat darurat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya”. (QS. An-Nuur 24 : 30)

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya”. (QS. An-Nuur 24 : 31)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat diatas, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahramnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera”. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 10 : 216)

Jadi sangatlah jelas bahwa apapun urusannya, menyentuh wanita mukallaf (dewasa) yang bukan mahram bagi laki laki yang sudah mukallaf ataupun sebaliknya juga adalah sesuatu yang haram didalam syari’at, tidak terkecuali juga seorang murid laki-laki atau wanita mukallaf yang berjabat tangan dengan gurunya yang bukan mahromnya.

Apalagi sampai mencium tangannya, maka tidak diragukan lagi hukumnya adalah haram berdasarkan dalil-dalil yang jelas keterangannya, karena hal tersebut jelas tidak ada manfaatnya, dan yang ada justru menimbulkan madharat seperti membangkitkan syahwat dan mendekatkan kepada pintu zina. Wallahu A’lam… [MMC]