Sikap Ta’ashub & Ashobiyah Menuntun Kepada Kehidupan Jahiliyah

Oleh: Abu Muhajir

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ

“Barangsiapa terbunuh (mati) karena membela bendera kefanatikan yang menyeru kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka matinya seperti mati Jahiliyah”. (HR. Muslim)

Para pembaca yang dirahmati Allah semuanya, salah satu penyakit kronis dan bahaya laten yang saat ini melanda kaum Muslimin adalah penyakit ta’ashub dan ashobiyah. Sesungguhnya, penyakit ta’ashub dan ashobiyah ini telah menimpa sisi kemanusiaan setiap orang, yang mana penyakit ini juga menimpa setiap individu Muslim maupun masyarakat secara luas, dan apabila ia mewabah, maka akan merusak tatanan kehidupan manusia baik dari sosial maupun dalam skala global.

Ta’ashub dan ashobiyah adalah sebuah penyakit yang kalau telah memuncak, maka tidak akan mampu lagi untuk membedakan mana orang yang terpelajar dan mana orang yang awam. Mana orang yang berperadaban dan mana orang yang bar-bar. Seseorang yang dikenal memegang agama dan orang yang jauh dari agama.

Penyakit ini adalah salah satu hal yang membuat manusia terpedaya dan terlena. Sebab penyakit yang satu ini, adalah sumber kedzaliman, sebab saling membenci, dan jalan-jalan menuju kerusakan. Karena, ketika seseorang sudah ta’ashub dan ashobiyah, baik dengan kelompok, suku, hubungan darah, ataupun bangsa dan negaranya, maka akan hilanglah esensi dan hakikat persaudaraan sesama Muslim dan Mukmin.

Sebab, hubungan seorang Muslim dan Mukmin tidak bisa dibatasi oleh hubungan kekelompokan, kesukuan dan kebangsaan semata.

Ta’ashub adalah istilah dalam Islam yang artinya fanatik buta. Ta’ashub bukanlah sebuah kenikmatan ataupun sebuah keagungan melainkan sebuah penyakit yang secara sadar atau tidak sadar mampu menginfeksi siapa saja. Penyakit ini termasuk penyakit yang berbahaya dan memiliki kemampuan untuk merusak tatanan syariat Islam.

Sedangkan ashobiyah menurut Ibnu Atsir dan sahabat Nabi adalah sebagai berikut,

ﻗﺎﻝ ﻓﻲ اﻟﻨﻬﺎﻳﺔ اﻟﻌﺼﺒﻲ ﻫﻮ اﻟﺬﻱ ﻳﻐﻀﺐ ﻟﻌﺼﺒﺘﻪ ﻭﻳﺤﺎﻣﻲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭاﻟﻌﺼﺒﺔ اﻷﻗﺎﺭﺏ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ اﻷﺏ

Ibnu Atsir berkata dalam kitab An-Nihayah: “Ashabi adalah orang yang marah karena keluarganya dan melindungi mereka. Ashabah adalah kerabat dari jalur bapak”. (Aun Al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud 14/17)

ﻋﻦ ﺑﻨﺖ ﻭاﺛﻠﺔ ﺑﻦ اﻷﺳﻘﻊ، ﺃﻧﻬﺎ ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺑﺎﻫﺎ، ﻳﻘﻮﻝ: ﻗﻠﺖ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ، ﻣﺎ اﻟﻌﺼﺒﻴﺔ؟ ﻗﺎﻝ: «ﺃﻥ ﺗﻌﻴﻦ ﻗﻮﻣﻚ ﻋﻠﻰ اﻟﻈﻠﻢ»

Dari putri Watsilah bin Asqa’ bahwa ayahnya bertanya kepada Nabi tentang Ashabiyah? Nabi bersabda: “Yaitu engkau menolong kaummu berbuat dzalim”. (HR Abu Dawud)

Oleh karena itu, penyakit ta’ashub dan ashobiyah ini adalah dakwah jahiliyah. Setelah terkena penyakit ini, maka seseorang akan menjadi fanatik, berlebihan, membenci, berkelompok-kelompok, sesat dan tercela.

Seorang menjadi tunduk dengan nafsu dan emosi yang buruk. Lebih dari itu, pemahaman dan jalan yang ia tempuh setelah terkena penyakit ini akan bertolak-belakang dengan kebenaran, keadilan, dalil syar’i dan hati nurani.

Ta’ashub dan ashobiyah adalah semangat yang buta, syiar-syiar yang memukul rata baik syiar yang disuarakan untuk kelompok, suku, kebangsaan atau nasionalisme dan yang semisal dengannya, hingga kemudian merendahkan orang lain yang tidak sejalan dan sepemahaman dengannya. Ta’ashub adalah sikap tunduk yang mutlak.

Cara pandang tanpa dilandasi dengan ilmu dan dalil dalam memihak individu, kelompok, komunitas, partai, kabilah, negara atau garis keturunan secara berlebihan. Ta’ashub juga bisa dalam bentuk memihak suatu pemikiran dan keras kepala dalam membela suatu prinsip.

Padahal yang boleh dibela dan diyakini secara kokoh dan tegas adalah persoalan prinsip dalam hal aqidah dan tauhid.

Para pembaca situs online Mata-Media.Net (MMC) yang dirahmati Allah semuanya, hakikat ta’ashub dan ashobiyah adalah tidak menerima kebenaran yang datang padanya. Padahal telah jelas dalilnya. Sebabnya adalah apa yang ada di hati berupa tujuan-tujuan tertentu, hawa nafsu, dan sesuatu yang bias.

Ta’ashub dan ashobiyah adalah bentuk pembelaan terhadap kebatilan dan kemungkaran di saat orang-orang yang fanatik ini merasa mereka di atas kebenaran yang tak memiliki argumentasi dan bukti. Salah satu kebatilan itu adalah ketika seseorang merayakan peringatan kemerdekaan dengan hura-hura atau membela suatu kelompok, suku  dan negara secara membabi buta.

Ta’ashub dan ashobiyah adalah penyakit parah yang akan membuat pelakunya menjadi fanatik buta dan gelap mata dalam mendukung dan membela. Oleh karena itu, ta’ashub dan ashobiyah adalah sebuah penyakit yang menjadi kabut tebal yang menghalangi untuk menerima kebenaran.

Menerima sesuatu yang baru bagi dirinya yang mana hal itu justru bermanfaat untuk dirinya. Sebaliknya, ia malah berpandangan yang jelek, bahwa itulah yang baik. Sedangkan yang baik itulah yang jelek dan buruk bagi dirinya.

Diantara bentuk nyata dari ta’ashub dan ashobiyah adalah meremehkan dan meredahkan orang lain jika itu bukan dari kelompoknya, sukunya, hubungan darah dengannya atau keluarganya dan lebih luas dari itu adalah jika yang datang kepadanya itu bukan se-bangsa dan se-negara dengannya.

Hingga kemudian, orang yang sudah terkena penyakit ini, akan merendahkan hak-hak mereka dan tidak mengenal hak-hak mereka jika berasal dari luarnya pihaknya.

Termasuk bentuk fanatik juga adalah mendahulukan kedekatan (subjektivitas) daripada kualitas seseorang. Fanatik juga berbentuk buruknya ucapan dan ungkapan. Hilangnya sifat lemah lembut seseorang yang ta’ashub tatkala berinteraksi dengan orang-orang yang kontra dengan mereka.

Mereka pun melarang jamaahnya untuk berinteraksi dengan orang-orang yang menyelisihi mereka. Bahkan mereka memusuhi dan sampai melakukan pembunuhan, wal-‘iyadzu billah. Padahal  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

“Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ashobiyah, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ashobiyah dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ashobiyah”. (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ

“Barangsiapa terbunuh (mati) karena membela bendera kefanatikan yang menyeru kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka matinya seperti mati Jahiliyah”. (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa saja yang keluar dari ketaatan dan memecah belah jamaah lalu mati, dia mati dengan kematian Jahiliyah. Dan siapa yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah untuk kelompok dan berperang untuk kelompok (atau suatu negara), maka dia bukan bagian dari umatku. Dan siapa saja yang keluar dari umatku memerangi umatku, memerangi orang baik dan jahatnya dan tidak takut akibat perbuatannya terhadap orang mukminnya dan tidak memenuhi perjanjiannya, maka dia bukanlah bagian dari golonganku”. (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, An-Nasai)

Para pembaca yang dirahmati Allah semuanya, hadits ini menjelaskan beberapa hal:

Pertama, haramnya keluar dari ketaatan kepada Imam atau Khalifah dan haramnya memecah belah Jamâ’atul Muslimîn (jamaah kaum Muslimin, yakni Daulah Islamiyyah atau Khilafah Islamiyyah), bukan Jama’atul minal-Muslimin (kelompok, ormas, jamaah, dan yang semisal).

Yang dimaksud dengan Jamâ’atul Muslimîn di dalam hadits ini maksudnya adalah jamaah kaum Muslimin yang dipimpin oleh seorang Imam atau Khalifah. Ketentuan ini juga dinyatakan dalam banyak hadits lainnya.

Kedua, haramnya sebagian kaum Muslimin memerangi sebagian lainnya, maksudnya adalah perang yang tidak dibenarkan, sedangkan peperangan yang dibolehkan dan dibenarkan dalam syariat, maka itu tidak mengapa. Larangan ini berlaku secara individu maupun kelompok. Larangan ini juga ditegaskan dalam banyak hadits lainnya.

Dalam hadits lain, Rasulullah menegaskan bahwa darah, harta dan kehormatan seorang Muslim itu haram bagi Muslim lainnya. Larangan ini tidak mencakup perang yang dibenarkan, misalnya memerangi Khalifah yang dibaiat kedua, perang ta’dzib terhadap pelaku bughat, dan sebagainya.

Rasulullah bersabda,

وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ، وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ، فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ، فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ

“Barangsiapa telah membaiat imam serta memberikan kesetiaan dan loyalitas kepadanya, maka hendaklah dia menaatinya semampu mungkin. Kemudian bila datang orang lain yang menyainginya, maka penggallah lehernya”.  (HR. Muslim)

إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ، فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا

“Bila dilakukan baiat kepada dua (2) Khalifah, maka bunuhlah yang paling akhir dari keduanya”.  (HR. Muslim)

Ketiga, haramnya menyeru, membela dan berperang untuk ashobiyah. Hadits diatas meski redaksinya berita, karena disertai celaan maka maknanya adalah larangan. Qarinah yang ada menunjukkan ketegasan larangan itu, yaitu qarinah “falaysa min ummatiy“ atau “faqitlatuhu jâhiliyyatun“ atau disebut sebagai râyah ‘ummiyah.

Imam An-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim menyatakan: “râyah ‘ummiyyah adalah perkara buta yang tidak jelas arahnya. Begitulah yang dikatakan oleh Ahmad bin Hambal dan jumhur. Ishaq bin Rahwaih berkata: ini seperti saling berperangnya suatu kaum karena ashobiyyah”.

Imam An-Nawawi berkata, maknanya berperang tanpa pandangan dan pengetahuan dikarenakan sikap ta’ashub (fanatisme) seperti perang jahiliyah dan tidak mengetahui yang benar dari yang batil, melainkan ia marah karena ashobiyah (negara dan kelompoknya), bukan karena menolong agama, dan ashobiyah adalah menolong kaumnya diatas kedzaliman.

Ashobiyah itu berasal dari ‘ushbah (kelompok) dan ‘ashabah (kerabat laki-laki). Ashobiyah maknanya ikatan kelompok baik kelompok keturunan maupun yang lain. Nasionalisme, kesukuan, golongan, kedaerahan, jamaah, partai, kemadzhaban, dan lainnya, termasuk dalam makna ashobiyah.

Hanya saja larangan atau keharaman ikatan ashobiyah itu bukan berarti tidak boleh mencintai suku, daerah, keluarga, jamaah, kelompok, golongan, madzhab dan negara. Melainkan maknanya adalah tidak boleh atau haram menjadikan ikatan ashobiyah itu di atas segalanya, yang mana hal itu di atas kebenaran dan di atas ikatan Islam dan keimanan, di atas ukhuwah Islamiyah.

Oleh karenanya, dalam Islam tidak ada istilah right or wrong is my country, my nation, my madzhab, my party, my jamaah dan lainnya. Dalam Islam tidak ada slogan, “mau benar atau salah, yang penting negara saya, bangsa saya, mazhab saya, partai saya, jamaah saya, kelompok saya, ormas saya, guru saya, dan lainnya. Sikap ashobiyah (fanatisme) itu harus ditinggalkan seperti yang diperintahkan Rasulullah.

Para pembaca yang dirahmati Allah semuanya, sikap ashobiyah itulah bisa menyebabkan berbagai persoalan besar di tengah-tengah umat, dan inilah yang sedang mendera umat pada zaman sekarang ini. Hingga akhirnya, ketika masyarakat awam mendengar atau melihat istilah-istilah dalam Islam, seperti dakwah dan bendera tauhid, hijrah, jihad, baiat, atau Khilafah, mereka kemudian menjadi antipati, membenci dan bahkan memusuhi.

Hal itu terjadi tidak lain karena orang tersebut sudah terjangkiti penyakit ta’ashub dan ashobiyah, entah fanatik terhadap kelompok, suku, ormas, partai, madzhab, atau negara. Akhirnya, persaudaraan antara sesama anak bangsa (ukhuwah wathoniyyah) lebih ditinggikan dan dikedepankan, daripada ukhwuah Islamiyyah.

Bahkan, mereka rela berpanas-panasan, menghabiskan waktu dan tenaga, serta keluar uang dan keringat banyak, hanya untuk merayakan hari kemerdekaan, sebagaimana yang terjadi disejumlah negara, baik itu negara yang mayoritas penduduknya Kafir, maupun negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.

Dan biasanya, hal itu dirayakan setiap setahun sekali yang kebanyakan acaranya hanya seputar foya-foya dan hura-hura semata.

Inilah bahaya ta’ashub dan ashobiyah yang harus dihindari dan dijauhi oleh setiap Muslim. Sebab ashobiyah ini bisa membuat orang menolak kebenaran, merendahkan orang atau pihak lain, dan bisa merusak ukhuwah Islamiyah. Bahkan karena 2 penyakit ini, juga bisa menyebabkan orang atau sebuah kelompok mempersekusi orang lain atau kelompok lain.

Bahkan lebih dari itu, ashobiyah bisa membuat kelompok bahkan bangsa saling berperang dan saling bunuh tanpa alasan yang dibenarkan. Maka ta’ashub dan ashobiyah ini hakikatnya adalah menuntun manusia kepada kehidupan jahiliyah. Wallahu a’lam.. [Edt: Abd]